Lintas Sejarah Perjalanan Madzhab Syafi'i
Sebagai salah satu negara yang mayoritas penduduknya menganut madzhab Syafi'i, alangkah kurang sempurna jika kita tidak tahu sejarah munculnya madzhab ini. Adalah madzhab Syafi'i, salah satu dari keempat madzhab yang hingga sekarang masih tetap exis dibanding madzhab-madzhab fikih lainnya, semisal Ja'fary etc. Seperti halnya namanya, madzhab ini pertama kali dicetuskan oleh imam Syafi'i.

Siapakah Imam Syafi'i?
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubaid bin Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthallib bin Abdu Manaf. Beliau dilahirkan di Ghaza pada tahun 150 H dan meningal dunia di Mesir pada tahun 204 H.

Syafi’i datang ke Makah saat usianya masih kecil. Beliau menjalani kehidupannya sebagai anak yatim yang miskin dalam dekapan ibunya, hingga dia pun tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan untuk guru ngajinya. Di usianya yang belia, tak lebih dari tujuh tahun, Imam Syafi’i berhasil merampungkan hafalan Al-Qur`annya. Beliau belajar membacanya atas bimbingan Isma’il bin Qistintin, ulama tersohor penduduk Makah kala itu. Untuk ilmu-ilmu agama, beliau menimbanya dari ulama-ulama penduduk Makah, seperti: Sufyan bin ‘Uyainah, seorang imam ahli Hadits, Muslim bin Khalid az-Zanji, seorang ahli fikih kota Makah, Said bin Salim al-Qadah, Dawud bin Abdurrahman al-‘Aththâr, dan Abdul Majib bin Abdul Aziz bin Abu Dawud.

Saat usianya menginjak 13 tahun, Imam Syafi’i berangkat ke Madinah untuk menimba ilmu dari ulama-ulama Madinah. Kitab Muwaththa’ yang dikarang oleh Imam Malik telah telah berhasil dihafalnya diluar kepala. Beliau ingin menyimaknya langsung oleh Imam Malik sendiri. Pada awalnya, Imam Malik meremehkan kemampuan Syafii kecil karena usianya yang tergolong masih belia serta meminta beliau menghadirkan orang yang membacakannya bersamanya. Akan tetapi, setelah Imam Malik mendengar bacaan Imam Syafii, beliau sangat terkagum karena kefasihan serta keindahan bacaannya. Selanjutnya, beliau berkhidmat kepadanya dari taun 163 H hingga wafatnya pada tahun 179 H.

Di Madinah, beliau juga menimba ilmu dari Ibrahim bin Sa’d al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad ad-Darawardi, Ibrahim bin Abu Yahya al-Aslami, Muhammad bin Said bin Abu Fadik, dan Abdullah bin Nafi’ ash-Shâigh.

Imam Syafi’ pertama kali belajar dari ulama-ulama Baghdad pada tahun 184 H, terlebih lagi menimba dari seorang ulama madzhab Hanafi terkenal, Imam Muhammad bin Hasan teman dari Abu Hanifah, pendiri madzhab Hanafiyah yang terkenal. Maka, Imam Syafi’i pun mendalami seluruh kitab karangannya serta mempelajari madzhab Hanafiyah secara menyeluruh.

Di Baghdad ini pula beliau berguru kepada Waki’ bin Jarah, Abdul Wahab bin Abdul Majid ats-Tsaqafi, Abu Usamah Hammad bin Usamah al-Kufi, dan Ismail bin ‘Illiyyah. Kesemuanya adalah para Huffâdz al-Hadits.
Imam Syafi’i hanya beberapa saat saja tinggal di Baghdad, setelah itu beliau kembali lagi ke Makah guna mendirikan majelis ta’lim pertamanya di Masjidil Haram. Pada tahun 195 H, imam Syafi’i kembali lagi ke Baghdad untuk kedua kalinya. Kala itu, beliau berumur 45 tahun dan telah menjadi seorang alim yang memiliki metode pengajaran yang sempurna dan madzhab tersendiri. Perjalan ke Baghdad yang kedua ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam percaturan keilmuannya di Baghdad. Pada periode ini, beliau menyebarluaskan madzhab yang diusungnya kemudian diperkenalkan kepada masyarakat Baghdad yang notabene telah bermadzhab Hanafiyah. Dalam kajian fikih Islam, periode ini terkenal dengan istilah Qaul Qadim-nya imam Syafi’i sebelum akhirnya beliau menyempurnakan madzhabnya ketika di Mesir yang sering disebut dengan istilah Qaul Jadid. Imam Syafi’i kembali lagi ke Makah kemudian datang lagi ke Baghdad untuk kunjungan terakhir kalinya pada tahun 198 H. Namun, dalam kunjungannya yang terakhir ini beliau hanya singgah untuk beberapa bulan dan berkeinginan untuk melanjutkan perjalannya menuju Mesir. Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad setelah berhasil menyebar luaskan madzhabnya dan meninggalkan pengikut dalam jumlah besar yang bertanggung jawab menyebarkan madzhab serta mengkodifikasikan karyanya sehingga terbentuklah satu madrasah fikih tersendiri dalam madzhab syafi’i yang terkenal dengan sebutan Thariqah ‘Iraqiyyin.

Sebelum berencana untuk singgah di Mesir, beliau telah mengenal dengan baik kondisi sosial masyarakatnya. Imam Syafi’i pernah bertanya kepada Rabi’ tentang penduduk Mesir. Rabi’ menjawab, “Mereka ada dua kelompok. Satu kelompok berpihak kepada pendapat imam Malik dan memperjuangkannya, sedang kelompok satunya cenderung memilih pendapat imam Abu Hanifah dan dengan getol memperjuangkannya pula.”
Mendengar jawaban dari Rabi’ tersebut, Imam Syafi’i berkata, “Saya harap bisa secepatnya datang ke Mesir. Lalu aku membawakan untuk mereka satu madzhab baru yang dapat menyibukkan mereka dari dua pendapat itu semua.”
Dan sekarang, memang benar apa yang diucapkan imam Syaf’i saat itu. Beliau sangat dicintai para pengikutnya, bersikap dermawan terhadap mereka, dan senantiasa membantu mereka dalam segala perkaranya. Imam Syafi’i dikenal banyak orang dan beliau memiliki murid di Baghdad, Mesir, dan juga di Khurasan.

Periodesasi Perjalanan Madzhab Syafi’i
Dalam perjalanannya, ternyata madzhab Syafi’i telah melewati beberapa periode sebagaimana dapat digambarkan seperti berikut ini.
Pertama, periode pembentukan madzhab (Marhalah I’dâd wa at-Takwîn)
Periode ini dimulai sejak wafatnya imam Malik (189 H) dan terus berlanjut sekitar hampir sepuluh tahun sampai imam Syafi’i datang ke Baghdad untuk kedua kalinya, yaitu pada tahun 195 H.
Kedua, periode munculnya Madzhab Qadim
Periode ini berlangsung sejak kedatangan Imam Syafi’i ke Baghdad untuk kedua kalinya (195 H) sampai beliau pergi ke Mesir pada tahun 199 H.
Ketiga, periode pematangan dan penyempurnaan Madzhab Jadîd
Dimulai sejak kedatangan Imam Syafi’i di Mesir hingga wafatnya pada tahun 204 H.
Keempat, periode Takhrîj wa Tadzyil (penyuntingan ulang)
Periode ini dilakukan oleh para pengikut Imam Syafi’i atau Ashhâb asy-Syâfi’i setelah beliau wafat dan terus berlangsung hingga pertengahan abad ke-5 –sebagian para peneliti menyebutkan hingga abad ke-7 H. Pada periode ini, Ashhab Syafi’i mulai menguraikan permasalahan-permasalahan yang diamabil dari dasar madzhab.
Kelima, periode penetapan madzhab (Marhalah Istiqrâr)
Disebut demikian karena pada periode ini telah berdiri madrasah-madrasah madzhab, telah berhasil menyatukan pendapat-pendapat yang bertentangan, dan telah selesai juga menarjihkan satu pendapat dari perkara yang diperselihkan ulama’ madzhab (perselisihan pendapat intern madzhab). Selain itu, pada periode ini pula telah berhasil mengkodifikasikan kitab ringkasan dalam madzhab yang berisi pendapat-pendapat yang rajih (diunggulkan) dalam madzhab beserta penjelasan (syarahnya) dengan metode madrasahnya masing-masing. (bersambung)
Diposting oleh Mesba Label:

1 komentar:

iecha_khuw mengatakan...

assalamualaikum akhiy fillah..
ko cuma syafi'i yaw.... aku lagi bth banget soal rihlah imam maliki nehhhhhhhhhh........
tolong ya.....

12 Oktober 2009 pukul 11.36  
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger templates